Artikel

(Copyright By, cakimpa4.wordpress.com)

NASEHAT BAGI KAUM MUSLIM DALAM MENYIKAPI TAHUN YANG PENUH DENGAN GEMPA BUMI DAN BENCANA ALAM

Fadhilatu As Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Bazz Rahimahullah

Segala puji hanya milik Allah , shalawat dan salam tetap terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, shahabat-shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau. Amma ba’du :

Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui dengan semua perkara yang telah Allah tetapkan dan takdirkan. Sebagaimana pula Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui dengan semua apa-apa yang telah Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya dan apa-apa yang telah Allah perintahkan kapada mereka.
Dan Allah menciptakan segala sesuatu yang Allah kehendaki dari tanda-tanda kekuasaannya (diantaranya dengan terjadinya gempa bumi dan bencana yang lainnya). Allah mentakdirkan terjadinya gempa bumi dan bencana yang lainnya dalam rangka untuk menakuti hamba-hamba- Nya, dan dalam rangka memperingatkan mereka atas apa-apa yang telah Allah wajibkan kepada mereka dari hak-hak Allah (yang kebanyakan mereka tidak menunaikannya), dan dalam rangka memperingatkan mereka dari perbuatan syirik kepada Allah (yang banyak mereka lakukan) dan sebagai peringatan dari perbuatan menyelisihi perintahnya.

Demikian pula Allah takdirkan terjadinya gempa bumi dan berbagai macam musibah/bencana yang lainnya dalam rangka memperingatkan hamba-hamba-Nya karena mereka terus menerus menjalankan hal-hal yang dilarang Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Dan tidaklah kami mengirimkan tanda-tanda itu kecuali dalam rangka untuk menakuti” (Al- Isra:60)

Dan firman Allah (yang artinya): “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami dari segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri. Sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an adalah haq. Dan apakah Rabb mu tidak cukup bagi kamu, bahwasanya Dia menyaksikan segala sesuatu ?” (Q.S. Fushilat : 53).
Dan firman Allah Ta’ala (artinya): “Katakanlah Dialah (Allah) yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian, atau dari bawah kaki-kaki kalian, atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan dan merasakan kepada sebagian kalian kekuatan/ keganasan sebagian yang lain” (QS. Al An’am : 65)

selengkapnya klick disini

=================================================================================

Hari Raya Idul Fitri

Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca Islam, tidak dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan Islam, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya.

Perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Dosa yang paling sering dilakukan manusia adalah kesalahan terhadap sesamanya. Seorang manusia dapat memiliki rasa permusuhan, pertikaian, dan saling menyakiti. Idul Fitri merupakan momen penting untuk saling memaafkan, baik secara individu maupun kelompok. Secara umum, makna Idul Fitri bagi sebagian orang muslim adalah hari kemenangan, hari menuju fitrah (kesucian), dimana tali silaturahmi sangat mewarnai hari penuh makna ini.

Banyak cara bagi umat Islam untuk menyambut hari yang sangat dinanti tersebut. Namun, kini timbul kekhawatiran bahwa Lebaran yang merupakan bagian dari hari raya keagamaan yang lebih mengarah kepada kerohanian telah berubah menjadi Lebaran yang penuh glamor keduniaan. Mengapa?

Seiring dengan perkembangan zaman, hikmah lebaran pun kadang bergeser menjadi suatu pemahaman yang berbeda dan tidak jarang mengarah pada hal negatif.

Maksudnya, hari besar keagamaan (Lebaran) yang seharusnya mampu membuat keimanan lebih baik dari sebelumnya, ternyata untuk sebagian orang seringkali terlihat lebih memaknai lebaran sebagai ajang foya-foya dan juga memperlihatkan kekayaan yang mereka miliki.

Secara jujur kita sering melihat bagaimana cara mereka berbelanja yang berlebihan . Tak sedikit pula dari mereka, memutuskan mudik dengan membeli kendaraan mewah untuk memperlihatkan status ekonomi dan sosial mereka, kini telah jauh berbeda dari sebelumnya. Kesimpulannya mereka ingin dibilang orang yang banyak harta / kaya raya.

Padahal, kesederhanaan dan keimanan tulus yang seharusnya menjadi makna utama hari lebaran tidak terlihat. Tapi, justru sifat ujub, riya dan kesombongan yang tampak mereka perlihatkan. Harta Dunia kini memang tampak lebih dominan menggeser makna Lebaran yang seharusnya lebih mengacu pada hal-hal yang lebih bersifat spiritual.

Semoga ulasan mengenai pemaknaan hari raya idul fitri yang telah dipaparkan di atas memberikan  renungan ulang kepada kita, khususnya kepada penulis, guna meraih pemaknaan lebaran yang lebih sesuai syariat.. “SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI’ Mohon Maaf Lahir Bathin…. wassalam

================================================================

Perceraian Antara Realita dan Konsep Islam

Tema yang akan kita bicarakan kali ini ialah hanya sebuah ulasan yang tidak ada salahnya untuk kita bahas  kembali,  walaupun  terkesan  membuka  peluang  atau  jalan  bagi  orang  untuk  melakukan perceraian.  Sebenarnya  jawabannya  tidak.  Justru  dengan tema  ini,  kita  ingin menghindari  sikap tergesa-gesa, ceroboh, menuruti emosi, yang biasa terjadi pada setiap kasus perceraian.

Banyak rumah tangga yang yang seharusnya tidak mengalami perceraian, ternyata mengalami hal tersebut. Hal  ini  terjadi  karena  mereka  tidak  paham  bagaimana  tuntunan  dan  adab  yang  diajarkan  Islam  mengenai perceraian. Fenomena semacam ini sering saya temukan dari kasus orang-orang yang mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama. ( baca selengkapnya )

==================================================================================

Puasa dan Kejujuran………

Oleh : Nur Akhriyani Zainal, SHI

Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah mendekati seorang anak yang sedang menggembalakan puluhan domba milik majikannya. Sang imam membujuk agar anak itu bersedia menjual seekor domba gembalaannya kepadanya.

Namun sang anak gembala yang tidak mengetahui kalau pria itu adalah Imam Hasan Al Bashri menolaknya dengan alasan bahwa domba-domba itu bukan miliknya. Hasan Al Bashri pun terus membujuk dengan berkata, “Bukankah majikanmu tidak akan mengetahui kalau dombanya dijual satu ekor saja.
Sang anak gembala pun menjawab, “Memang majikan saja tidak tahu, tapi Allah yang berada di atas langit sana pasti maha mengetahuinya.” Ia pun menunjuk ke arah langit. Melihat kejujuran anak gembala itu, sang Imam terkesima lalu memeluk dan menciumi kepala anak itu. Bahkan dalam sebuah riwayat beliau juga berdoa bagi kebaikan anak gembala itu.
Kejujuran yang dimiliki anak gembala tersebut rasanya pada zaman sekarang ini merupakan sifat yang langka. Bahkan saat ini negara kita sulit mencari manusia-manusia yang memiliki sifat mulia tersebut. Hal itu dapat diukur dari semakin maraknya praktek korupsi, kolusi, manipulasi, dan budaya ‘mark-up’ di negeri ini. Di dunia peradilan kita pun tidak lepas dari faktor ketidakjujuran ini, hal ini dapat dilihat dari adanya mafia peradilan, maka tidaklah heran jika ketidakpercayaan masyarakat kepada lembaga kita sangat tinggi.
Kejujuran (ash shidq) merupakan salah satu sifat utama yang harus dimiliki orang-orang beriman. Begitu pentingnya sifat mulia itu, sehingga tidak kurang dari 145 kali disebut dalam Al Quran. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun memerintahkan umatnya untuk berbuat jujur sebagaimana sabdanya : “Hendaklah kalian berlaku jujur karena sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu mengantarkan (pelakunya) ke surga,” : (HR Bukhari).
Ibadah puasa yang kita laksanakan pada bulan suci Ramadhan ini merupakan sarana untuk melatih kita berbuat jujur. Sebab hanya kita sendiri dan Allah Subhaana Wa Ta’ala lah yang mengetahui bahwa kita benar-benar berpuasa atau tidak. Tidak sedikit di antara umat Islam yang di hadapan orang lain terlihat berpuasa, ikut makan sahur, dan turut berbuka puasa, namun secara diam-diam dia sebenarnya tidak berpuasa.
Selain itu, orang yang benar-benar berpuasa dilatih kejujurannya. Memang secara hukum puasanya tidak batal ketika seseorang berbuat tidak jujur, namun ibadah puasanya telah rusak, artinya ia tidak mendapatkan pahala, malahan dosa yang diperolehnya, meskipun ia telah merasakan haus dan lapar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.” : (HR Bukhari).
Dengan demikian, marilah kita jadikan ibadah puasa Ramadhan yang kita laksanakan sebagai sarana meraih derajat takwa, yang salah satu kriterianya adalah senantiasa berlaku jujur. Marilah kita jaga setiap amanah (termasuk jabatan) yang dipercayakan kepada kita.

Marilah kita memupuk kejujuran dalam diri kita sejak saat ini, sehingga bila waktunya tiba, kita mampu menjadi seorang “pemberi keadilan” yang JUJUR dan mampu memperbaiki citra lembaga kita tercinta……..!!!

Wallahu-a’lam.

====================================================

THE BATTLE WE HAVE TO WIN
Oleh : RATU AYU RAHMI 
ratu

35 years against Japanese soldiers, 350 years against the Dutch colonial governance isn’t a short time for a struggle. Many victims, many innocent children died. So many people dying and finally died. Only for what we’ve been thru today. Recognize it or not, what we had and what we will have tomorrow is a big gain for huge pain of Indonesian heroic people. We probaby could not imagine without their hard will, strong struggle, we might not happy as happy as we are now, carefree, having liberty, free and modern. Guns, bombs, fire, bambu runcing, were little of many things found in the battle of the war. But August 17th 1945, those weird scary things had come to an end. It was absolutely “over” and shouldn’t be experienced again in another time, another day, another people and another nation.
That was the first date of Indonesian peole having the air in happiness, freshness and hopefullness. 64 years up to now, Indonesia have been in up and down, many obstacles, challenges and obstructions in governance, economic matters, legal, social, culture, ideology, politic, national defence and security and ect. Long journey of six presidents, Soekarno, Soeharto, Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati (the doughter of 1st Indonesian presidence, Soekarno) and the last and still lasting SBY, Susilo Bambang Yudhoyono. Each of them had their own leadership style, priority programs, obstacles and achievement more or less.
The era, the president, and the national condition will always change but the generation would be stay the same, Indonesian people, Indonesian children, youth of the nation. We, all of us in the judge candidates training program, is the standing generation for the future Indonesia especially for the national legal system, the tourch is in our hand.
We are judge candidates, se are not just a civillian, we are what justice searcher hoping and looking for, we are not just the upholder of rule of law, but more than that we are the upholder of justice and fairness.
The era after that indeendence day, have many challenges for us to face, to cope and to fight. We are not hero, but there must be heroic soul in ourselves, let’s find it and fight the future with that soul. The battle has been changed, the battle of Indonesian independence hero was filled wit the gun, blood and body of hundreds dead people or even more than thousands probably, but the battle for the time being is this actual world, the world full of bad political will, capitalism, uncontrolled liberalism and lag conditions in economic, health, wealth, education and many other circumstances we see.
This article must be far from enough, but I believe, the challenges ahead are not difficult things to overcome. The freedom we’ve been had insist us as a new generation to be able coping the prosperious future. Let’s fight the unfairness, injustice, legal abusement and legal transgress for legal to supreme. Put out what we have, energy, thought, competency, capability, spirit for the Independence Day is not a final, but a starting line and we have to keep fighting, struggling in our battle. Think nationally first, then go with your own!. We have to believe that we can cope the Indonesia future, the modern, full of dignity and prosperious future. Once Merdeka, we will always be Merdeka, so… keep this Merdeka hopefull and carefully! Merdeka !!!!!

===================================================

IF FREEDOM NEVER COMES
(Implementasi Syukur Atas Nikmat Kemerdekaan)
Oleh : IMDAD, S.HI.
Imdad, SHI

Tak terasa sudah 64 tahun negara kita Indonesia tercinta, telah merdeka. Tak terasa 64 tahun sudah kita hidup di alam yang merdeka, menghirup udara kebebasan dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan dan membodohkan bangsa kita. Teringat masa-masa dan penderitaan bangsa ini ketika dijajah selama kurang lebih 3,5 abad; sekarang kita benar-benar harus bersyukur dan mengisi kemerdekaan ini dengan karya dan prestasi terbaik.
Kemerdekaan yang kita nikmati sekarang ini bukannya didapat dengan mudah, melainkan dengan cucuran darah dan pengorbanan jiwa-raga para pejuang kusuma bangsa. Mereka berjuang tak kenal lelah, pantang menyerah, dengan nyawa menjadi taruhannya demi kemerdekaan negeri ini. Kita pasti pernah mendengar betapa dahsyatnya perjuangan Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Christina Martha Tiahahu, Pangeran Antasari, Sultang Agung, Sultan Hasanuddin, Panglima Polim, Sisinga Mangaraja, dan lain-lain yang berjuang hingga titik darah penghabisan mengusir penjajah dari daerahnya masing-masing.
Dengan perjuangan para pahlawan yang telah mempertaruhkan jiwa dan raganya dari generasi ke generasi maka akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertempat di kediaman Ir. Sukarno, di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta tepat pada pukul 10.30 waktu Jawa (sama dengan pukul 10.00 WIB sekarang) Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Kita juga selalu terkenang betapa hebatnya jiwa nasionalisme dan patriotisme para pejuang kemerdekaan dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan negeri ini, karena kemerdekaan yang baru diproklamasikan bukannya tanpa tantangan, tapi justru mendapat ujian yang tak kalah dahsyat sebagaimana proses kemerdekaan itu diraih.
Kita pasti ingat perjuangan Jenderal Sudirman (lahir: 24 Januari 1916; wafat: 29 Januari 1950) yang tak kenal lelah untuk mengusir penjajah dari bumi nusantara tercinta. Setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta, Belanda ternyata masih ingin menjajah negeri kita. Kemudian terjadilah agresi militer Belanda I pada tanggal 21 Juni 1947, dilanjutkan agresi militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948 yang mana Belanda berhasil menduduki Yogyakarta yang waktu itu menjadi ibukota Indonesia. Dengan gagah berani Jenderal Sudirman tetap memimpin pasukannya untuk bergerilya melawan penjajah walau beliau sedang sakit. Dengan ditandu, Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya dengan rute Yogyakarta, Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, hingga Kediri. Beliau tidak peduli walau dirinya sedang sakit. Demi perjuangan dan kemerdekaan bangsanya, beliau rela ditandu keluar masuk hutan lebih dari 6 bulan lamanya. Hingga akhirnya beliau wafat karena penyakitnya tidak lama setelah penjajah meninggalkan bumi nusantara. Beliau telah tiada, namun namanya tetap hidup hingga sekarang karena jasa dan perjuangannya untuk bangsa kita.
Di ujung timur pulau Jawa kita juga mengenal nama Bung Tomo. Putra kelahiran Surabaya (lahir: 3 Oktober 1920; wafat: 7 Oktober 1981) ini tampil lewat siaran radio menggelorakan semangat para pejuang Surabaya ketika menghadapi gempuran tentara Sekutu dari darat, laut dan udara pada tanggal 10 November 1945. Kobaran semangat Bung Tomo lewat siaran radio dengan suara yang menggelegar mampu membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk bertempur habis-habisan melawan musuh hingga titik darah penghabisan sehingga pertempuran pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya tersebut tercatat sebagai pertempuran terdahsyat sepanjang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan di kemudian hari peristiwa itu diabadikan sebagai Hari Pahlawan yang kita peringati hingga sekarang. Bung Tomo berhasil membagikan semangatnya yang membara sehingga para pejuang sontak mengangkat senjata membela sang Merah Putih agar tetap berkibar di langit nusantara walau nyawa jadi taruhannya. Semangat yang menggelora berhasil menorehkan peristiwa besar dalam sejarah, mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Entah berapa banyak nyawa yang melayang demi meraih kemerdekaan negeri kita tercinta. Entah berapa banyak kesuma bangsa yang berguguran demi mempertahankan kemerdekaan negeri kita ini. Cucuran keringat, air mata dan darah telah bersimbah disepanjang perjuangan kemerdekaan Indonesia tercinta ini. Sekarang memang kita telah merdeka, namun apakah kita telah meraih kemerdekaan yang sesungguhnya secara hakiki? Mungkin kita harus jujur, sepertinya jawabannya, “Belum”. Walau penjajah–baik Inggris, Spanyol, Portugis, Belanda, maupun Jepang telah lama meninggalkan negeri ini, tapi sepertinya sekarang diri dan juga bangsa kita masih terjajah, bukan oleh bangsa lain tapi oleh diri kita sendiri. Betapa kita lihat kemiskinan dan kebodohan masih meraja lela; budaya korupsi, kolusi dan nepotisme juga masih hidup subur; ekonomi kita juga masih bergantung kepada bangsa lain dengan utang Negara yang luar biasa besarnya; bahkan kita pun harus jujur masih dijajah oleh hawa nafsu yang menyesatkan dan hampir mematikan semangat kita untuk bertumbuh dan bangkit menjadi bangsa yang berjaya dan berakhlak mulia.
Mungkin ada baiknya kita merenungi syair lagu kebangsaan kita “Indonesia Raya” yang digubah oleh W. R. Supratman, yang mana di dalamnya sarat dengan semangat yang membara; semangat persatuan dan kesatuan, semangat nasionalisme, dan semangat untuk bangkit menjadi bangsa yang luhur dan berjaya. “Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku semuanya… Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya…!”
Sudah menjadi kewajiban kita untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah kita raih dengan susah payah dan membutuhkan pengorbanan yang tak terhitung banyaknya dengan taruhan jiwa dan raga kita. Dan juga sudah menjadi tugas kita, sebagai generasi penerus perjuangan bangsa, untuk mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan di segala bidang menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur, merdeka lahir-bathin, berjaya dan berakhlak mulia. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika kemerdekaan itu tidak datang?.
Sebagai penutup, dengan momentum Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64 ini, sebagai calon Hakim, tunas-tunas baru penerus estafet perjuangan Mahmakah Agung RI di masa depan, marilah kita bersatu dan bahu membahu membangun Indonesia sesuai dengan posisi dan kemampuan kita masing-masing agar bangsa ini bisa bangkit menjadi bangsa yang merdeka lahir-bathinnya, sejahtera ekonominya, dan tumbuh menjadi bangsa yang dahsyat, yang disegani bangsa-bangsa di dunia, sekaligus menjadi motor penggerak tegaknya supremasi hukum di Indonesia.

Merdeka…!!!

==================================================

Ekonomi Syariah Sebagai Solusi….
Ditulis oleh Agustianto

Krisis ekonomi  Indonesia sampai saat ini masih berlangsung dan belum menunjukkan tanda-tanda untuk segera pulih. APBN kita masih dikuras dalam jumlah besar untuk pengeluaran membayar bunga hutang baik hutang luar negeri maupun bunga hutang dalam negeri dalam bentuk bunga obligasi rekap bank konvensional. Seharusnya dana APBN ratusan triliun digunakan untuk pemberdayaan rakyat miskin, tetapi justru untuk mensubsisi bank-bank ribawi melalui bunga rekap BLBI dan SBI. Ini terjadi karena pemerintah telah terperangkap kepada sistem riba yang merusak perekonomian bangsa.  Menaiknya harga BBM semakin memperparah penderitaan  rakyat Indonesia dan semakin membengkakkan angka kemiskinan. Inflasi meningkat secara tajam. Semua para ekonom hebat di negeri ini meprediski infasi hanya 8,7 %, tetapi kenyataannya melejit di luar dugaan, lebih dari 18 %. Ekonom hebat tersebut keliru besar dalam memprediksi.  Angka inflasi 18 % merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Sebagai indikator penting bagi perekonomian negara, maka inflasi wajib dipandang secara kritis. Sebab, inflasi yang melonjak tinggi bermakna gong marabahaya bagi ekonomi rakyat

Pada saat ini, tercatat jika sejak Maret 2005, jumlah utang Indonesia mencapai Rp1,282 triliun. Angka fantastis nan bombastis tersebut, setara dengan 52 % dari produk domestik bruto. Komposisi utang itu ialah 49% persen utang luar negeri. Sementara 51 persen utang dalam negeri.

Selain  problem hutang Indonesia yang amat besar, ancaman terhadap kesinambungan fiskal dan pembiayaan pembangunan juga menjadi problem besar. Demikian pula buruknya infrastruktur, rendahnya investasi dan pertumbuhan  ekonomi, terpuruknya sektor riel, menurunnya daya saing, serta akan masih meningkatnya angka pengangguran akibat kenaikan BBM yang lalu..

APBN kita masih berada pada titik yang kritis, sebab faktor eksternal seperti naiknya  harga minyak, bisa membuat  beban APBN membengkak dan memperbesar defisit APBN. akibat ikut membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pengeluaran pemerintah yang terkait dengan  luar negeri. Belum lagi ancaman depresiasi nilai rupiah yanag selalu membayang-bayangi.

Keterpurukan ekonomi Indoiensias juga ditandai oleh masih belum bergairahnya sektor riil akibat lumpuhnya fungsi intermediasi perbankan konvensional. LDR Bank konvensional masih belum optimal bahkan masih jauh, yaitu  berkisar di angka 50an  %. Lain lagi NPL 2 bank konvensional raksasa yang semakin meningkat . Peningkatan NPL (kredirt macet) tersebut telah berada pada titik yang membahayakan, yaitu 24 & dan 20 %. Inilah kondisi bank-bank ribawi, LDR rendah sementara NPL tinggi. Realitas ini berbeda dengan bank syariah, FDR tingi, NPF rendah. Sehingga mendorong pertumbuhan sektor riil. Sementara bank konvensional sebaliknya.

Kesimpulannya, ekonomi Indonesia benar-benar terpuruk dan terburuk di bawah sistem ekonomi kapitalisme.  Indonesia hanya  unggul atas negara-negara Afrika seperti Malawi, Uganda, Kenya, Zambia, Mozambik, Zimbabwe,Mali, Angola dan Chad. Peringkat daya saing pertumbuhan (growth competitiveness index) Indonesia, nyaris sama dengan Ethiopia yang pernah hancur-lebur oleh perang serta wabah kelaparan.

Syari’ah Sebagai Solusi

Salah satu solusi penting yang harus diperhatikan pemerintahan dalam merecovery ekonomi Indonesia adalah penerapan ekonomi syari’ah. Ekonomi syari’ah memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakan keadilan pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang sehingga menciptakan stabilitas perekonomian.

Ekonomi syari’ah yang menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini telah diakui oleh banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom), Volker Nienhaus (Jerman), dsb.

Ke depan pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada sistem ekonomi Islam yang telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis. Sistem ekonomi Islam yang diwakili lembaga perbankan syari’ah telah menunjukkan ketangguhannya bisa bertahan karena ia menggunakan sistemi hasil sehingga tidak mengalami negative spread sebagaimana bank-bank konvensional. Bahkan perbankan syariah semakin berkembang di masa-masa yang sangat sulit tersebut.

Sementara bank-bank raksasa mengalami keterpurukan hebat yang berakhir pada likuidasi, sebagian bank konvensional lainnya terpaksa direkap oleh pemerintah dalam jumlah besar Rp 650 triliun. Setiap tahun APBN kita  dikuras lagi oleh keperluan membayar bunga obligasi rekap tersebut. Dana APBN yang seharusnya diutamakan untuk pengentasan kemiskinan rakyat, tetapi justru digunakan untuk membantu bank-bank konvensional. Inilah faktanya, kalau kita masih mempertahakan sistem ekonomi kapitalisme yang ribawi.

Selama ini,  sistem ekonomi dan keuangan syari’ah kurang mendapat tempat yang memungkinkannya untuk berkembang. Ekonomi Islam belum menjadi perhatian pemerintah. Sistem ini mempunyai banyak keunggulan untuk diterapkan, Ekonomi Islam bagaikan pohon tumbuhan yang bagus dan potensial, tapi dibiarkan saja, tidak dipupuk dan disiram. Akibatnya, pertumbuhannya sangat lambat, karena kurang mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan pihak-pihak yang berkompeten, seperti Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Industri, BAPENAS, DPR dan Menteri yang terkait lainnya.

Keberhasilan Malaysia mengembangkan ekonomi Islam secara signifikan dan menjadi teladan dunia internasional, adalah disebabkan  karena kebijakan Mahathir yang secara serius mengembangkan ekonomi Islam. Mereka tampil sebagai pelopor kebangkitan ekonomi Islam, dengan kebijakan  yang sungguh-sungguh membangun kekuatan ekonomi berdasarkan prinsip syari’ah. Indonesia yang jauh lebih dulu merdeka dan menentukan nasibnya sendiri, kini tertinggal jauh dari Malaysia.

Kebijakan-kebijakan  Mahathir dan juga Anwar Ibrahim ketika itu dengan sistem syari’ah,  telah mampu mengangkat  ekonomi Malaysia setara dengan Singapura. Tanpa kebijakan mereka,  tentu tidak mungkin ekonomi Islam terangkat seperti sekarang, tanpa kebijakan mereka tidak mungkin terjadi perubahan pendapatan masyarakat Islam secara signifikan. Mereka bukan saja berhasil membangun perbankan, asuransi,  pasar modal,  tabungan haji dan lembaga keuagan lainnya secara sistem syari’ah, tetapi juga telah mampu  membangun peradaban ekonomi baik mikro maupun makro dengan didasari prinsip nilai-nilai Islami.

Aplikasi ekonomi Islam bukanlah untuk kepentingan ummat Islam saja. Penilaian sektarianisme bagi penerapan ekonomi Islam seperti itu sangat keliru, sebab ekonomi Islam yang konsen pada penegakan prinsip keadilan  dan membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi ummat Islam saja, dan karena itu ekonomi Islam bersifat inklusif.

Agustianto
Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana UI Jakarta

_ // Up load by : Dodi

Tinggalkan komentar