Semarak Nikah Siri..

Nasaruddin Umar:

Nikah Sirri Lahirkan Banyak Resiko Sosial

Jakarta | badilag.net (19/2)

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga Dirjen Bimas Islam Depag RI, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA, menegaskan bahwa terlalu banyak resiko sosial jika perkawinan tidak tercatat. Perempuan dan anak-anak adalah pihak yang paling dirugikan akibat nikah sirri ini.

“Nilai-nlai perkawinan yang dianggap sakral, profan dan agung kini semakin rapuh. Banyak perkawinan yang dilakukan hanya untuk menyalurkan nafsu tanpa bisa dipastikan apakah nikahnya sah sesuai syarat dan rukunnya,” ungkap Nasaruddin ketika memaparkan makalahnya pada Seminar Nasional Hukum Materil Peradilan Agama di Jakarta, Jumat (19/2/10).

“Betapa banyak anak terlantar akibat perkawinan tidak tercatat. Akan dikemanakan bangsa ini kedepan?” tegas Nasaruddin sambil menambahkan bahwa sebenarnya term nikah sirri tidak dikenal dalam literatur Islam.

Nasaruddin menyebut salah satu contoh akibat buruk nikah sirri. “Nanti anak dari perkawinan sirri tidak bisa mendapatkan Akte Kelahiran, tidak tercantum dalam Kartu Keluarga, tidak bisa mendapatkan KTP dan juga passport,” katanya sambil mengutip ketentuan UU No. 23/2006.

Draft Rancangan Undang-Undang Hukum Terapan Peradilan Agama mengandung niat yang sangat mulia. Pertama untuk memuliakan perkawinan, Melindungi hak-hak perempuan dan menjamin hak-hak anak.

Nasaruddin mengakui wacana yang berkembang di tengah masyarakat tentang pro kontra pemidanaan nikah sirri itu bagus. Masyarakat jadinya semakin mau belajar. “Memang dibutuhkan jalan tengah bagaimana RUU ini disahkan tapi pada saat yang sama kita juga mencegah agar perzinahan tidak semakin meluas,” imbuhnya.

PA Dibawah MA = Kasus Perceraian Semakin Meningkat?

Nasaruddin menyebut bahwa menurut data yang dimilikinya, dalam rentang waktu 10 tahun ini angka perceraian melonjak tinggi. Dan sebagian besar perceraian diajukan oleh pihak perempuan.

“Satu hal yang saya ingin para hakim dan pejabat pengadilan ketahui. Ketika Peradilan Agama masih dibawah Depag, perceraian tidak seperti sekarang ini. Tetapi sejak bergabung dengan MA, stattistik menunjukkan peningkatan yang signifikan,” ungkapnya.

“Ada 2 juta orang menikah setiap tahunnya. Tapi juga ada 200 ribu orang cerai per tahunnya. BP4 dan lembaga-lembaga perdamaian tidak berfungsi seperti dahulu.” Katanya lagi.

Tanggapan Dirjen Badilag

Ditanya badilag.net mengenai pernyataan Nasaruddin tersebut, Dirjen Badilag Wahyu Widiana mengungkapkan bahwa peningkatan angka perceraian di Peradilan Agama itu bisa dirujuk ke beberapa faktor penyebab. “Pertama, bisa jadi hal itu karena keberhasilan penyuluhan hukum yang diselenggarakan teman-teman di Depag dan lembaga  lainnya. Masyarakat sudah semakin sadar hukum untuk memperoleh legalitas perceraian mereka dari Pengadilan Agama,” Kata Dirjen.

“Kedua, Peradilan Agama di Mahkamah Agung sangat concern dengan peningkatan access to justice dan justice for the poor. Masyarakat kini semakin mudah untuk mengakses pengadilan. Tingkat kemudahan itu kemudian berjalan linear dengan meningkatnya jumlah perkara di PA,” tambah Wahyu.

“Dan yang ketiga, kemajuan dunia teknologi informasi dewasa ini semakin membuat masyarakat sadar akan hak-hak hukumnya masing-masing. Kalau cerai banyak diajukan oleh pihak isteri, bisa jadi karena mereka semakin sadar akan hak-hak mereka seiring dengan semakin menguatnya arus jender sekarang ini,” imbuh Dirjen.

“Sebetulnya kalau kita gali lagi sebab-sebab lainnya, saya yakin akan banyak bermunculan. Untuk mengetahui dengan pasti, saya pikir dibutuhkan riset khusus untuk itu,” kata Dirjen menutup percakapannya dengan badilag.net. (avicenna)

ditulis oleh : Achmad Cholil

3 Tanggapan

  1. Orang yang menolak RUU ini adalah orang yang tidak sayang dengan perempuan dan anak2..

  2. memang perlu alaborasi yang panjang untuk permasalahan umat satu ini…..

    tapi kalo cuma kepanjangan elaborasi tanpa realisasi….

    justru akan berbahaya..

  3. asalkan niatnya bukan untuk main main…

Tinggalkan komentar